Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Selasa (20/12/2022), Meski China yang diharapkan memberikan kabar baik ternyata sirna dan sentimen pelaku pasar tetap suram.
Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung menguat 0,1% ke Rp 15.580/US$, melansir data Refinitiv. Penguatan rupiah kemudian terpangkas menjadi 0,03% saja di Rp 15.590/US$.
Bank sentral China (People’s Bank of China/PBoC) hari ini mengumumkan suku bunga acuan, loan prime rate (LPR) tenor 1 dan 5 tahun tidak berubah sebesar 3,65% dan 4,3%.
Memang hasil survei Reuters menunjukkan PBoC akan mempertahankan LPR, tetapi pasar tetap berharap ada kejutan.
Sebelumnya di awal bulan ini, PBoC sudah menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 25 basis poin guna menambah likuiditas ke perekonomian.
Kebijakan tersebut membuat perbankan bisa mengalirkan dana senilai US$ 70 miliar, dan dikatakan memberikan ruang untuk penurunan LPR tenor 5 tahun.
“Penurunan GWM pada Desember menciptakan ruang untuk pemangkasan LPR dalam waktu dekat, khususnya tenor 5 tahun. Kami pikir upaya untuk membantu perekonomian (khususnya pasar perumahan) harus dilakukan secepatnya ketimbang ditunda,” kata analis Citi dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters, Senin (19/12/2022).
Analis Citi tersebut memperkirakan LPR tenor 5 tahun yang saat ini sebesar 4,3% akan dipangkas sebesar 10 basis poin. Sementara LPR tenor 1 tahun tetap sebesar 3,65%.
Citi menjadi salah satu analis dari 27 analis yang disurvei Reuters terkait suku bunga PboC. Dari semua analis tersebut, sebanyak 17 orang memprediksi PBoC masih akan mempertahankan LPR di semua tenor.
Sementara itu 8 analis memprediksi LPR tenor 5 tahun akan dipangkas, dan 2 analis melihat pemangkasan di semua tenor.
Namun nyatanya PBoC tetap mempertahankan LPR, dan ada kemungkinan baru akan dipangkas pada awal tahun depan.
Sementara itu kabar ada baik dari dalam negeri, khususnya pasar obligasi.
Sejak November lalu investor asing mulai rajin lagi memborong Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), sepanjang bulan ini hingga 16 Desember capital infow tercatat sebesar Rp 22,9 triliun. Sementara sepanjang November terjadi inflow sebesar Rp 23,7 triliun.
Sehingga total inflow sejak November mencapai Rp 46,6 triliun.
Hal ini tentunya menjadi kabar baik, sebab sejak perang Rusia-Ukraina pecah, investor asing getol menjual SBN. Capital outflow yang masif pun terjadi di pasar SBN, bahkan sempat melewati Rp 170 triliun.
Besarnya capital outflow tersebut menjadi salah satu penyebab sulitnya rupiah menguat melawan dolar AS.
Kini berbaliknya arah angin, rupiah tentunya punya peluang untuk menguat. Total dana asing yang keluar sepanjang tahun ini berkurang menjadi Rp 131,5 triliun.