Rekomendasi GBP/USD Akhir 2022 & Awal 2023: Akan Melewati Jalan yang Sulit ke Depannya?

Rekomendasi GBP/USD Akhir 2022 & Awal 2023: Akan Melewati Jalan yang Sulit ke Depannya?

Bukan sesuatu yang perlu dibesar-besarkan namun Poundsterling berhasil mengalami pemulihan yang mengesankan sebesar 11% terhadap dollar AS dalam kuartal final tahun 2022, setelah kehilangan 25% dari nilainya dalam 9 bulan pertama tahun 2022. Pounsterling turun 15% dalam bulan September sendiri, yang menjadi mimpi buruk pasar GBP yang paling buruk dalam hampir empat dekade. Bagaimana jalan GBP/USD ke depannya mengakhiri 2022 dan memulai awal tahun 2023?

Apa yang Terjadi pada Minggu Lalu?

Memulai minggu perdagangan yang baru pada minggu lalu di 1.2185, GBP/USD mengakhiri minggu lalu dengan penurunan ke 1.2050. Penurunan GBP/USD dimulai dari sejak hari Senin ke 1.2140 karena menguatnya USD. Dan berhasil bertahan sampai hari Selasa. Pada hari Rabu kehilangan momentum bullish-nya, turun ke 1.2090 dan meneruskan penurunannya pada hari Kamis dengan sempat menyentuh level terendah dalam lebih dari tiga minggu di 1.1992, sebelum akhirnya terkoreksi naik kembali ke 1.2020. Hari Jumat, GBP/USD berfluktuasi di sekitar 1.2050, setelah data ekonomi AS keluar sesuai dengan yang diperkirakan.

Pergerakan GBP/USD Harian Minggu Lalu

GBP/USD turun tajam dan diperdagangkan di sekitar 1.2140 selama jam perdagangan sesi AS hari Senin, dengan dollar AS berhasil mengumpulkan momentum tambahan karena jatuhnya saham-saham. Bank of England (BoE) yang dovish pada minggu lalu membuat Poundsterling Inggris terus tertekan.

Naiknya pasangan matauang GBP/USD pada minggu lalu, disebabkan karena turunnya dollar AS secara luas, sekalipun the Fed telah berbicara dengan hawkish.

Melemahnya USD secara luas pada minggu lalu, telah mengakibatkan investor mengabaikan kesakitan dalam ekonomi Inggris dan juga kekacauan dalam politik yang terjadi di Inggris.

Selain itu, Bank of England memberikan signals yang menunjukkan kecenderungan untuk memperlambat kenaikan tingkat suku bunga dan normalisasi kebijakan moneter.

Hari Selasa, GBP/USD berhasil naik mengarah ke 1.2150 di sekitar 1.2136 pada jam perdagangan sesi AS. Pounsterling memperpanjang pemulihannya dengan dollar AS sedang mengalami kerugian lebih jauh. Pasar tetap tidak tenang di tengah kejutan Bank of Japan (BoJ). Namun kenaikan GBP/USD kelihatannya sudah kehabisan tenaga untuk naik lebih jauh.

Bank of Japan pada hari Selasa membuat gerakan yang mengejutkan mengetatkan kebijakan moneter mereka dengan menaikkan batas tingkat bunga obligasi 10 tahun sebanyak 0.25%. Yen Jepang langsung naik membumbung tinggi terhadap dollar AS di pasar forex.

Perubahan yang tidak terduga dari Bank of Japan memicu rally yang massif terhadap Yen Jepang, yang pada gilirannya membebani dollar AS.

Terlepas dari hal di atas, pemulihan intraday di dalam sentimen terhadap resiko dipandang sebagai faktor yang lain berikutnya yang seharusnya bisa menopang dollar AS yang safe – haven.

Hari Rabu, GBP/USD kehilangan momentum pemulihannya dan turun ke bawah 1.2100 di sekitar 1.2090, setelah sebelumnya sempat naik ke atas 1.2150. Namun dengan munculnya data ekonomi terbaru dan membaiknya sentiment pasar maka kenaikan dollar AS menjadi terbatas sehingga menahan penurunan GBP/USD lebih lanjut.

Data dari AS menunjukkan bahwa consumer confidence AS bulan Desember membaik sementara Existing Home Sales turun tajam pada bulan November, dollar AS harus berjuang untuk mendapatkan permintaannya.

Dolar AS jatuh paling tajam dalam seminggu pada hari kemarin, turun 0.67% intraday ke 103.950, dengan para trader dollar AS ketakutan akan pembelian obligasi Jepang dari AS karena tindakan dari Bank of Japan yang terbaru. Jepang adalah pemegang obligasi pemerintah AS yang terbesar. Pergerakan terbaru dari BoJ bisa membuat lebih banyak dana yang masuk ke Jepang daripada yang keluar dari Jepang.

Bank of Japan pada hari Selasa membuat gerakan yang mengejutkan mengetatkan kebijakan moneter mereka dengan menaikkan batas tingkat bunga obligasi 10 tahun sebanyak 0.25%. Yen Jepang langsung naik membumbung tinggi terhadap dollar AS di pasar forex.

Perubahan yang tidak terduga dari Bank of Japan memicu rally yang massif terhadap Yen Jepang, yang pada gilirannya membebani dollar AS.

Hari Kamis, GBP/USD memperpanjang penurunan hariannya ke bawah 1.2050 di sekitar 1.2020. Dengan dollar AS tetap tangguh menghadapi rival-rivalnya setelah keluarnya data ekonomi AS yang lebih baik daripada yang diperkirakan, pasangan matauang ini mengalami kesulitan untuk bisa bangkit pada awal jam perdagangan sesi AS hari Kamis.

Departemen Tenaga Kerja AS pada hari Kamis melaporikan bahwa angka Initial Jobless Claims Mingguan AS naik sebesar 2000 menjadi 216.000 dalam minggu yang berakhir pada hari Sabtu. Angka kenaikan yang lebih rendah daripada yang diperkirakan pasar ini mengejutkan pasar. Konsensus para ekonom memproyeksikan initial jobless claims akan muncul di 222.000 setelah angka minggu lalu direvisi menjadi 214.000.

Angka rata-rata empat minggu yang lebih dipercaya, malah turun ke 221.750 dibandingkan dengan angka sebelumnya yang direvisi naik ke 228.000.

Bureau of Economic Analysis  AS pada hari Kamis melaporkan bahwa ekonomi AS antara bulan Juli dan September bertumbuh lebih daripada yang diperkirakan. Perkiraan yang ketiga menunjukkan bahwa GDP Q3 AS naik 3.2%, jauh di atas dari yang diperkirakan yaitu tidak berubah di 2.9%. Aktifitas ekonomi yang positip di kuartal ketiga ini muncul setelah negatip – 1.6% di Q1 dan – 0.6% di Q2.

Data ekonomi yang lebih baik daripada yang diperkirakan ini mendorong naik dollar AS yang pada gilirannya menekan turun GBP/USD.

Sementara itu, pada hari Rabu, Conference Board’s (CB) Consumer Confidence AS bulan Desember lompat ke ketinggian selama delapan bulan di 108.3 dibandingkan dengan perkiraan pasar di 101.0 dan angka sebelumnya yang direvisi menjadi 101.40, meskipun angka Existing Home Sales untuk bulan November turun menjadi 4.09 juta dibandingkan dengan yang diperkirakan sebesar 4.20 juta dan angka sebelumnya 4.43 juta.

Hari Jumat, GBP/USD berfluktuasi di sekitar 1.2050, setelah data ekonomi AS keluar sesuai dengan yang diperkirakan.

GBP/USD telah berhasil menghapus sebagian dari kerugian mingguannya pada awal perdagangan hari Jumat setelah sempat turun ke level terendah dalam lebih dari tiga minggu di 1.1992 pada hari Kamis.

Meskipun demikian, outlook tehnikal jangka pendek dari pasangan matauang ini tidak menunjukkan kekuatan pemulihan yang berkelanjutan sementara para investor menunggu data inflasi dari AS.

Pada hari Jumat, Departemen Perdagangan AS mengatakan bahwa “core Personal Consumption Expenditures” AS bulan November naik 0.2% yang adalah sama dengan angka sebelumnya, dan yang sesuai dengan yang diperkirakan. Angka inflasi inti tahunan naik 4.7% juga sesuai dengan yang diperkirakan. Core inflation telah turun dibandingkan dengan kenaikan pada bulan Oktober sebesar 5.0%

Sementara itu, Core Durable Goods AS bulan November turun 2.1% dibandingkan dengan bulan lalu kenaikan yang direvisi 0.7% dan versus yang diperkirakan penurunan hanya 0.6%.

Perang Rusia – Ukraina

Salah satu penyebab jatuhnya GBP/USD adalah perang Rusia – Ukraina. Ekonomi Inggris terpukul keras oleh karena invasi Ukraina yang terjadi pada bulan Februari tahun ini. Barat merespon dengan sanksi yang keras terhadap Rusia, dengan Moskow menolak tetap diam dan memangkas supply gas ke Eropa dan Inggris. Harga energi naik bagaikan spiral mendorong tingkat inflasi naik ke ketinggian multi dekade secara global. Dengan ekonomi AS relatif kurang tergantung kepada Rusia dibandingkan dengan ekonomi Inggris, perang Ukraina – Rusia memukul GBP lebih keras dari pada USD. Menurut Office for National Statistics (ONS), tingkat inflasi Inggris naik ke ketinggian 41 tahun di 11.1% pada bulan Oktober dibandingkan dengan 10.1% pada bulan September. Sementara Consumer Price Index (CPI) AS hanya naik sampai 7.7% YoY di bulan Oktober, melambat peningkatannya dibandingkan dengan yang diperkirakan sebesar 8.0% dan merupakan angka inflasi tahunan yang paling rendah sejak bulan Januari.

Divergensi Kebijakan Moneter AS – Inggris  

Dengan inflasi terus tinggi berkelanjutan baik di AS maupun di Inggris, Federal Reserve AS relatip lebih agresif dalam memerangi inflasi sementara Inggris menghadapi resiko resesi yang mengintai, yang menyebabkan Bank of England (BoE) menganut pendekatan yang berhati-hati di dalam jalur kebijakan pengetatan, sehingga terjadi divergensi dalam kebijakan the Fed – BoE.

Federal Reserve melakukan perlombaan yang paling agresif untuk menaikkan tingkat bunga dalam empat dekade, menaikkan sebanyak tujuh kali dalam setiap pertemuan berturut-turut untuk pertama kalinya sejak 2005. The Fed baru pernah menaikkan tingkat suku bunga 4.25% dalam setahun sejak tahun 1980. Bank sentral AS pada pertemuan bulan Desember, menaikkan tingkat bunga 50 bps sehingga membawa tingkat bunga benchmark AS ke 4.25% – 4.50% tertinggi sejak awal 2008.

Sebaliknya Bank of England (BoE) mengakui bahwa outlook ekonomi Inggris sangat buruk. Bank sentral Inggris memperkirakan terjadinya resesi di Inggris di kuartal ketiga tahun 2022, yang akan berlangsung sampai pertengahan tahun 2024, menyebabkan ekonomi Inggris menciut sebesar 2.9%. Mencoba dengan keras untuk mempertahankan keseimbangan antara naiknya inflasi dan melambatnya ekonomi, BoE menganut pendekatan bertahap dalam menaikkan tingkat bunga selama tahun 2022. BoE hanya menaikkan tingkat bunga sebesar 50 bps di bulan Desember setelah menaikkan 75 bps di bulan November, yang menghasilkan total kenaikan tingkat bunga sebesar 325 bps.

Dengan perbedaan ini, maka GBP/USD akan melalui perjalanan yang sulit pada awal 2023.

Support & Resistance

“Support” terdekat menunggu di 1.1854 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke 1.1268  dan kemudian 1.0923. “Resistance” terdekat menunggu di 1.2320 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke 1.2785 dan kemudian 1.2950.

Solverwp- WordPress Theme and Plugin